3.842 Hektare Kawasan HPK Tidak Produksi Kaltim Jadi Pilot Project Percepatan Tanah Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria

Prolog.co.id, Samarinda – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), menyerahkan proposal pelepasan kawasan hutan produksi konversi (HPK) tidak produktif kepada Pemprov Kaltim.
Proposal Pelepasan Kawasan Hutan untuk Percepatan Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) diterima oleh Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Isran Noor pada Selasa (9/8/2022).
Kawasan hutan produksi konversi tidak produktif itu lalu diserahkan Isran Noor ke Pemkab Kutai Kartanegara.
“Kawasan hutan produksi konversi yang tidak produktif yang diserahkan, berada di Kabupaten Kutai Kartanegara seluas 3.842,31 hektare,” terang Isran Noor.
Orang nomor wahid di Benua Etam tersebut mengapresiasi langkah Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam upaya percepatan penyediaan TORA melalui pelepasan kawasan hutan produksi konversi tidak produktif di wilayah Kaltim.
“Saya mengapresiasi langkah ini dan Kaltim menjadi salah satu lokasi pilot project. Informasinya nanti akan ada penambahan lagi,” terang Isran.
Sementara itu, Hadi Tjahjanto, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menjelaskan, secara keseluruhan pengajuan proposal pelepasan kawasan hutan konversi tidak produktif yaitu 53.959,96 hektar. Luasan lahan itu akan menjadi sumber TORA di 5 kabupaten dalam 4 provinsi, yaitu Kutai Kartanegara di Kaltim, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah serta Banyuasin dan Musi Banyuasin di Sumatera Selatan.
“Kegiatan hari ini adalah salah satu upaya mempercepat reformasi agraria sebagai program strategis nasional,” ungkapnya.
Menurut Hadi, hingga Juli lalu pelepasan kawasan hutan yang tidak produktif baru tercapai seluas 1.611.114 hektare atau sebesar 39 persen dari target keseluruhan seluas 4,1 juta hektar.
“Sudah terbit sertifikat di areal itu, seluas 321.816,48 hektar atau setara 7.239 bidang area,” tegasnya.
Nantinya, konsep yang diterapkan pada lokasi pilot project menggunakan skema Sistem penataan agraria berkelanjutan, yang terdiri dari kegiatan penataan aset, penggunaan tanah dan penataan akses yang saling terkait. Hal ini juga dilakukan untuk menghindari sengketa dan konflik agraria.
(Redaksi Prolog)