Masih Banyak PR Sebelum Melakukan Peralihan Ekonomi Kaltim
Perlu Komitmen Tinggi Disertai Kemudahan Invesatasi

Prolog.co.id, Samarinda – Rencana Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) melakukan peralihan ekonomi, meninggalkan industri ekstraktif sepertinya tak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, dari kaca mata para pengusaha, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum menuju industri ramah lingkungan.
Dalam peralihan ekonomi ini, nantinya akan mengandalkan industri yang lebih ramah lingkungan. Berbanding terbalik dengan sektor ekonomi yang selama ini diunggulkan. Industri pertambangan batu bara dan migas.
Pertanian dan pariwisata menjadi sektor yang dianggap paling berpeluang jika dikembangkan di Benua Etam. Dua sektor ini juga dianggap memiliki multiplier effect atau efek berganda yang lebih luas.
Untuk mencapai tujuan itu, berbagai skema akan disiapkan. Seperti yang disebutkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Puguh Harjanto beberapa waktu lalu. Diantaranya dengan melakukan peningkatan iklim investasi industri ramah lingkungan. Termasuk memberikan kemudahan berinvestasi di Benua Etam. Khususnya pada industri pariwisata dan pertanian dalam arti luas.
“Kami akan dorong sektor investasi di luar industri ekstraktif. Sektor pertanian dan pariwisata akan jadi fokusnya. Pertanian yang dimaksud dalam arti luas ya, mencakup kelautan dan perikanan. Target investasi kami tahun ini Rp59 triliun,” sebut Puguh.
Rencana Pemprov Kaltim untuk mengubah roda perekonomian ini mendapatkan respon dari para pengusaha. Salah satunya datang dari Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim, Dayang Donna Faroek. Menurutnya, langkah ini menjadi opsi terbaik dalam mencari sumber kekuatan ekonomi Kaltim terbarukan, tak hanya selalu bergantung pada sektor pertambangan semata. Sebab, industri ekstraktif memiliki masa dan dapat habis.
“Terkait dengan rencana Pemprov Kaltim untuk meningkatkan investasi di luar industri ekstraktif memang (langkah) benar, bahkan gagasan ini sudah disusun sejak periode sebelumnya. Pemrov Kaltim saat itu sudah memvisikan ke depan kaltim akan keluar dari industri sektor migas dan batu bara,” ucapnya.
Namun, dari kaca mata perempuan kelahiran April 1976 ini, untuk memuluskan peralihan ekonomi Kaltim, pemerintah daerah harus lebih getol menggali potensi di daerah yang belum berkembang. Salah satunya di sektor pariwisata yang harus lebih jeli melihat potensi destinasi terbaru di daerah lainnya.
“Kita bisa lihat berau mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk dikembangkan sebagai solusi alternatif pengembangan industri di luar sektor migas. Namun pariwisata tidak bisa dijadikan tumpuan satu-satunya karena saat ini hanya Berau yang punya potensi tersebut, sedangkan daerah lain belum bisa menjual sektor wisatanya,” ungkap putri mantan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak.
Sementara itu, untuk pengembangan industri pertanian secara luas, menurut Donna, pemerintah daerah jangan hanya terpaku pada peningkatan produksi komoditi unggulan saja. Melainkan harus memberi perhatian khusus bagi komoditi potensial. Pun demikian dalam proses hilirisasinya, harus segera dikembangkan lebih jauh.
“Sektor potensial untuk dikembangkan yaitu hilirisasi industri pertanian dan perkebunan. Jadi tidak hanya hanya menanam komoditas perkebunan dan pertanian saja, tapi sampai hilirisasinya. Saat ini memang yang sudah keliatan hilirisasi CPO. Namun kedepan bisa dikembangkan komoditas lain. Seperti beras yang sangat potensial untuk kita produksi sendiri,” terangnya.
Baca juga berita sebelumnya : Rencana Kaltim Ubah Haluan Perekonomian ke Industri Ramah Lingkungan
Sorotan juga tertuju pada peningkatan infrastruktur. Diantaranya, akses jalan. Sebab dengan terbatasanya infrastruktur maka peningkatan realisasi investasi akan sulit dilakukan. Bahkan investor pun tak akan melirik potensi yang ada, karena masih terkunci infrastruktur yang buruk.
“Tapi saat ini pembangunan infrastruktur sedang banyak digiatkan, ini juga sejalan dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara. Kami optimis ke depan infrastruktur terutama jalan penghubung akan lebih baik karena infrastruktur adalah modal utama untuk memikat investor,” terang perempuan yang juga sebagai Ketua Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda ini.
Senada dengan Donna, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kaltim, Bakri Hadi, mendukung jalannya peralihan ekonomi yang dicanangkan ini. Namun, menurut Hadi, meskipun peralihan ekonomi dijalankan, industri unggulan saat ini juga mesti dipersiapkan proses hilirsasinya. Sebab, jalan untuk melakukan hilirisasi dari industri yang bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA) tidak akan mudah karena selama ini telah bergantung pada industri pertambangan.
“Sektor perkebunan, pertanian dan kelautan menurut saya pilihan yang paling baik untuk tidak bergantung lagi dari Industri SDA. Akan tetapi untuk industri SDA juga perlu disiapkan hilirisasinya karena masih punya cukup waktu sampai kita benar-benar bisa lepas dari ketergantungan dari sektor SDA,” ucapnya.
Selain itu, menurut pria kelahiran Sangasanga, 4 November 1982 ini, rencana peralihan ekonomi ini tak bisa hanya sekadar komitmen dari pemerintah daerah saja. Harus ada dukungan penuh dari segi kebijakan hingga payung hukum yang mengatur. Hal ini untuk mempermudah jalannya investasi yang masuk ke Bumi Mulawarman.
Adapun untuk infrastruktur yang ada saat ini, menurutnya peningkatan harus segera dilakukan. Sejalan dengan pembangunan IKN Nusantara. Dalam pembangunan infrastruktur pun seharusnya bisa meminta bantuan dari pemerintah pusat. Sehingga tidak membebani keuangan daerah yang memiliki niatan melakukan peralihan ekonomi.
“Harus di-support dengan regulasi yang berpihak kepada investor, insentif yang bersahabat dan melibatkan penuh potensi pengusaha muda dan lokal untuk membackup investasi yang masuk ke Kaltim. Sedangkan untuk masalah infrastruktur, juga harusnya kolaborasi dengan pemerintah pusat, jangan malu perjuangkan alokasi anggaran pembangunan jalan, penerbangan ke pusat, melalui saluran-saluran pemerintahan dan politik di senayan,” tukasnya.
Selain Kadin dan HIPMI Kaltim, tanggapan terkait rencana peralihan ekonomi industri terbarukan juga datang dari Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim, Mohammad Hamzah. Menurutnya pengembangan industri pariwisata, pertanian dan kelautan memang seharusnya dikembangkan lebih baik. Namun, untuk sementara jangan terlalu jauh hingga ke hilirisasi industri. Melainkan, berfokus terlebih dahulu pada hasil produksi, baik kuantitas dan kualitasnya.
“Memang harusnya fokus dulu terhadap jumlah produksi, karena ada potensi pasar, khususnya di perikanan. Produksi itu juga penting jika targetnya ekspor karena pasti berbicara kontiniunitas. Jika target itu sudah terpenuhi baru bicara hilirisasi lebih jauh,” terangnya.
Dari pengamatan Hamzah yang telah menginjakkan kakinya di Bumi Mulawarman sejak tahun 2001 yang lalu, sektor perikanan di Kaltim sangat berpotensi menjadi kekuatan ekonomi yang baru. Terbukti dari produksi perikanan yang telah memberikan sumbangsihnya terhadap ekonomi daerah. Sebesar, Rp58,92 triliun atau 8,48 persen dari total keseluruhan PDRB Kaltim pada 2021 lalu.
Potensi perikanan juga menurutnya sangat menjanjikan apabila pengembangan perikanan budidaya lebih dioptimalkan. Sebab, sangat ditunjang oleh kawasan pesisir yang sangat luas.
“Tapi di sektor lain juga punya potensi, semisal di pertanian. Harusnya kita juga bisa fokus pengembangan industri di pertanian, karena dengan adanya IKN Nusantara pasti akan ada penambahan jumlah penduduk. Setidaknya bisa mencukupi dahulu kebutuhan pangan daerah,” tutup pria kelahiran Bangkalan, 9 Januari 1975 ini.
(Redaksi Prolog)
Ikuti berita prolog.co.id lainnya di Google News