EkobisKalimantan Timur

Wacana Pemprov Kaltim Memungut Retribusi Pemegang IUPK Pertambangan

Produk Hukum Masih Disusun, Besaran Pungutan Bergantung Keuntungan Bersih Perusahaan

Prolog.co.id, Samarinda – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) berencana memungut retribusi perusahaan pertambangan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Langkah ini sebagai upaya dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor ekonomi unggulan Benua Etam tersebut.

Rencana pungutan ini sebagai jawaban atas dana bagi hasil (DBH) yang diberikan pemerintah pusat ke daerah. Sebab, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), seluruh perizinan diboyong ke pemerintah pusat. Adapun untuk besaran DBH hanya sebesar enam persen. Besaran tersebut dianggap tak sesuai dengan resiko dan dampak akibat eksploitasi pertambangan di daerah.

Gubernur Kaltim, Isran Noor juga sempat mengkritik terkait besaran DBH pertambangan itu. Menurutnya, hasil yang diperoleh daerah masih sangat kecil daripada dampak yang ditimbulkan. Terutama kerusakan lingkungan dan infrastruktur jalan.

“Bagi hasil untuk daerah penghasil seharusnya tidak hanya sebesar royalti. Mestinya jauh lebih besar, 30-40 persen dari hasil pendapatan penjualan batu bara. Sebab tambang batu bara di Kaltim itu open pit mining (penambangan terbuka),” kritik orang nomor wahid di Benua Etam ini ketika memenuhi undangan Panja Illegal Mining Komisi VII di Gedung DPR RI Senayan, pada April 2022 lalu.

Upaya untuk mendapatkan retribusi yang sepadan terhadap resiko pertambangan kini tengah di tempuh Pemprov Kaltim. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur, Munawar, mengatakan jika pihaknya tengah menyusun produk hukum untuk memperlebar celah Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor pertambangan yang ada. Direncanakan perusahaan pertambangan pemegang IUPK di Benua Etam akan dipungut retribusi. Masih sejalan dengan UU Minerba Nomor 3/2020.

“Soal keuntungan bersih itu, lagi kami susun draftnya. Dan, draftingnya harus kami lakukan rapat koordinasi dulu untuk melihat keabsahannya draft itu bisa mendapatkan dana atau tidak. Karena memang dana itu diwajibkan untuk dibayarkan, terutama bagi pemegang IUPK yang sebelumnya izinnya PKP2B yang kontraknya berakhir dan kembali diperpanjang menjadi IUPK,” kata Munawar.

Untuk besaran retribusi yang dipungut, saat ini masih akan dikaji lebih dalam. Namun, akan berdasarkan keuntungan bersih dari perusahaan pemegang IUPK yang nantinya akan diaudit terlebih dahulu.

“Kalau besaran pembayarannya tergantung berapa keuntungan mereka (perusahaan pertambangan) setelah diaudit keuangannya. Untuk berapa persen pembayarannya itu yang nantinya berdasarkan hasil audit, karena dari hasil itu untuk acuan akuntan publik menentukan berapa keuntungan bersih mereka,” terangnya.

Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) ini yakin jika aturan daerah terkait retribusi ini dijalankan, para pemegang IUPK akan patuh.

“Saya yakin teman-teman yang sudah PKP2B dan beralih jadi IUP-PK akan tertib,” tukasnya.

(Redaksi Prolog)

Ikuti berita prolog.co.id lainnya di Google News

Berita terkait

Back to top button