Menjaga Wibawa Peradilan dengan Menyadari Bahaya PMKH

Tulisan ini merupakan opini dari Lida Khalisa Budhaeri – Mahasiswi, Kader Klinik Etik dan Advokasi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.
Perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim atau PMKH masih kerap terjadi di Indonesia. Diantaranya, aksi penembakan senapan angin di Pengadilan Agama Sragen, Jawa Tengah pada April 2019 lalu. Penyebabnya, ketidakpuasan pelaku penembakan pada putusan hakim terkait eksekusi harta gana-gini dalam sidang kasus perceraiannya.
Mengacu Pasal 1 angka 2 Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim, perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan pengadilan. Padahal dalam proses peradilan, hakim memiliki kedudukan tertinggi untuk menjaga kelancaran persidangan. Bertindak untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak.
Terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan hakim sebenarnya hadir bukan tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang sebenarnya jadi pendorong perbuatan ini. Pada dasarnya disebabkan oleh faktor yang melibatkan unsur individu itu sendiri. Ketidakpuasan terhdap putusan hakim yang dianggap tidak adil dan merugikan menjadi salah satu penyebabnya. Ketidakpuasan yang menjurus pada praktek PMKH juga berkaitan dengan kurangnya pemahaman dasar–dasar hukum yang acuan keputusan hakim.
Pada era digital saat ini PMKH semakin mudah dilakoni setiap individu. Dunia maya menjadi platform yang digunakan dalam praktek PMKH. Sebab, di dunia digital individu mempunyai kebebasan berpendapat secara luas dan cepat. Pun demikian dengan penyebarluasan pandangan negatif dan merendahkan hakim.
Sebagai masyarakat demokratis yang mengutamakan kebebasan berpendapat, kritik tentunya akan selalu hadir dalam setiap lini kehidupan bernegara. Termasuk pada proses hukum peradilan dan hakim itu sendiri yang memegang peranan penting di dalamnya. Tetapi harus diiringi adab. Sebab, dalam tatanan proses peradilan, hakim memiliki kedudukan yang perlu kita hormati.
Sebaliknya, jika kritikan yang dilakukan tidak mengedepankan etika dan melakukan PMKH, maka ada konsekuensi yang berlaku bagi pucuk pimpinan proses peradilan. Bukan secara individu melainkan status hakim itu sendiri. Ketika kehormatan hakim dirusak maka akan berbanding lurus dengan merusak kepercayaan masyarakat luas, menekan tingkat otoritas, serta independensi lembaga peradilan yang bersangkutan. Konsekuensi lainnya adalah terciptanya kondisi mengintimidasi dan mengintervensi yang arahnya untuk mempengaruhi keputusan hukum. Untuk itu, pentingnya kesadaran bersama untuk menjaga proses hukum demi keadilan dan kepentingan bersama. Tujuannya tentu untuk mewujudkan keadilan bagi yang berhak menerimanya, begitu pula untuk sanksi bagi para individu yang terbukti melanggar hukum.
Ketika kita menghormati dan menjaga wibawa hakim, kita sudah berperan penting dalam proses penegakkan hukum. Namun, jika memiliki ketidakpuasan karena merasa hukum tidak berjalan sebagaimana seharusnya, tentu ada banyak cara untuk menempuh jalur hukum yang sesuai.
PMKH menjadi permasalahan yang kini harus dihadapi sistem peradilan masyarakat. Dimana dalam pelaksanaannya juga harus dilakukan dengan bijaksana dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum, serta etika untuk menjaga integrasi peradilan. Upaya penanganan dan pencegahan terkait PMKH harus dilaksanakan dengan baik, agar mewujudkan prinsip-prinsip hukum berkeadilan.
Berbagai penanganan untuk meminimalisir terjadinya PMKH yang dapat merusak marwah peradilan harus dilakukan seluruh masyarakat, diantaranya ;
1. Perlu adanya kampanye dan penjelasan yang lebih mendalam untuk mengeskpresikan bentuk kritik dan pendapat dengan secara hormat, sopan dan beralasan secara logis tanpa adanya penggunaan unsur bahasa kasar yang dapat merendahkan martabat seorang hakim secara pribadi.
2. Perlu adanya peran pemerintah atau peradilan kepada masyarakat sebagai bentuk sosialisasi atau pengenalan terkait permasalahan dalam bentuk PMKH.
3. Perlu pendidikan hukum dan bentuk kampanye secara luas, baik dalam seminar atau diskusi publik. Langkah ini sebagai bentuk penjelasan dalam meningkatkan kepahaman masyarakat akan peran hakim, proses peradilan, serta prinsip-prinsip hukum. Sehingga dapat meminimalisir bentuk pendapat yang negative terhadap hakim.
4. Perlu adanya kesadaran diri sendiri dalam menangani setiap permasalahan, sadar akan hukum yang berlaku dan tidak berbuat semena-mena yang akan merugikan banyak orang. Perbuatan setiap individu harus sesuai dengan aturan dan norma yang ada, serta menyampaikan bentuk ketidaksetujuan dengan alasan jelas dan kuat yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam mencegah serta menangani terjadinya PMKH perlu adanya kerja sama antara lembaga pemerintah, peradilan, masyarakat sipil, mahasiswa, dan media secara luas. Seluruh elemen ini harus berperan dalam penyebarluasan pengetahuan hukum untuk terwujudnya peradilan yang damai, aman, serta menjaga marwah wibawa peradilan.
Ikuti berita prolog.co.id lainnya di Google News