Samarinda

Ruang Publik Terpadu Ramah Lingkungan akan Dibangun di Kawasan Pasar Segiri

Desember 2022 menjadi awal kajian proyek adaptasi perubahan iklim di Samarinda berjalan. Penyediaan ruang publik terpadu yang ramah lingkungan di bantaran Sungai karang Mumus, Kawasan Pasar Segiri, Samarinda menjadi menjadi tujuan akhir dari proyek ini.

Prolog.co.id, Samarinda – Melalui proyek adaptation fund yang dilaksanakan Center for Climate and Urban Resilience (CeCUR), bekerja sama dengan Queensland University of Technology (QUT) dan UN Habitat, wajah bantaran Sungai Karang Mumus di sekitar Pasar Segiri, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu akan disulap. Kawasan seluas 1.200 meter persegi yang mulanya sering tergenang ketika musim penghujan, akan diubah menjadi ruang publik terpadu. Dilengkapi berbagai fasilitas dan mengusung konsep ramah lingkungan yang mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

“Jadi ruang publik ini juga punya fungsi adaptasi terhadap banjir, bukan hanya tempat bersantai, tapi ada fungsi lainnya,” kata Direktur Eksekutif CeCUR Prof Retno Hastijanti.

Konsep pembangunan ruang terbuka ini pun melibatkan partisipasi publik, mulai masyarakat, akademisi, pemerintah hingga berbagai komunitas. Langkah untuk mencapai parsipasi publik itu terangkum dalam Workshop desain ruang publik berketahan iklim yang digelar pada 24 – 27 September lalu.

Dalam workshop yang menjadi bagian akhir dalam riset proyek adaptation fund di Kota Tepian sebelum melakukan pengerjaan fisik itu dibagi dalam tiga bagian. Klaster pertama hanya melibatkan masyarakat umum yang digelar pada hari pertama. Lalu, hari kedua merupakan klaster organisasi Masyarakat sipil yang mengutarakan visi dari masing-masing komunitas dalam penyediaan ruang publik. Terakhir, klaster pemerintah dan akademisi yang lebih mengkaji terkait aturan dan implementasi konsep yang diusung.

“Kami menggunakan metode partisipasi publik, supaya hasilnya juga bagus. Makanya kegiatan ini selama tiga hari, dibuat klaster-klaster untuk mengetahui keinginan masing-masing klaster masyarakat,” kata Direktur Eksekutif CeCUR Prof Retno Hastijanti.

Dari seluruh masukan klaster itu nantinya akan dikumpulkan menjadi 10 poin yang menjadi acuan rancangan ruang publik dengan menggunakan artificial intelligence (AI)-Midjourney. Rancangan itu diolah menjadi desain yang implementable, kemudian dibuat detail engineering design (DED).

“Seluruh itu akhirnya ada 10 poin, salah satunya cultute (budaya) yang dimasukkan dalam DED, dan alam diserahkan ke konsultan. Sebelumnya, Wali Kota juga sudah memberikan DNA lah, termasuk masing-masing OPD dan Masyarakat, jadi ruang terpadu,” terang Retno yang juga Project Director Adaptation Fund Project Samarinda.

Tak hanya berfokus pada bangunan ruang publik saja, CeCUR juga mendorong terciptanya manajemen pengelolaan berkelanjutan yang melibatkan peran masyarakat. Masing-masing kelompok masyarakat diharapkan bisa ikut serta dalam pengelolaanya.

“Kami inginkan itu ada Pokja yang jadi dirigen lah, ada surat dari Wali Kota yang mengatur, termasuk ikut melibatkan komunitas yang ikut mengelola, seperti ini kan dekat pasar segiri, semisal ada perkumpulan pedagang atau karang taruna juga bisa ikut,” terangnya.

Pembangunan ruang publik terpadu ini ditargetkan rampung pada awal 2024 mendatang. Namun, setelah diserahterimakan ke tangan Pemkot Samarinda, penilaian keefektivitasan ruang publik akan dinilai pada empat bulan pertama.

“Jika tidak berjalan dengan baik dan tidak berkelanjutan, maka Samarinda akan susah mendapatkan kembali dana hibah ini. Untuk luasa program ini kan hanya 1.200 meter persegi, harapannya ini bisa jadi role model lah, dan dilanjutkan kembali Pemkot Samarinda,” tutupnya.

Untuk diketahui, Proyek adaptation fund adalah program hibah dari dana adaptasi yang dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui kemitraan partnership. Program itu bertujuan meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat terhadap dampak perubahan iklim.

Samarinda menjadi salah satu kota penerima manfaat program itu karena memiliki kerentanan terhadap banjir akibat perubahan iklim. Proyek tersebut berfokus pada pembangunan ruang publik yang mampu mencegah dan mengatasi banjir, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Adapun dana adaptation fund dikucurkan sekitar Rp 10 miliar untuk semua proses itu hingga terbangun ruang publik.

(Redaksi Prolog)

Ikuti berita prolog.co.id lainnya di Google News

Berita terkait

Back to top button